[6] [WAHABI] [slider-top-big] [WAHABI]

Tanduk Wahabi

| No comment


Stempel yang paling digemari kaum Wahabi, di manapun mereka tinggal adalah menuduh bid’ah bahkan syirik praktik-praktik ibadah atau tradisi-tradisi baik yang biasa dilakukan kebanyakan kaum Muslimin. Mereka menjadikan ketidaktauan mereka akan alasan yang mendasari praktik-praktik tersebut sebagai RUJUKAN UTAMA dalam vonis-vonis kaku mereka.

Salah satu kebaiasan baik kaum Muslimin sejak zaman dahulu yang mereka warisi berdasarkan dalil-dalil dari para leluhur dan para ulama adalah membacakan ayat-ayat suci Alqur’an di sisi  kuburan dengan niat pahala bacaan tersebut agar disampaikan Allah kepada si mayyit.

Kaum Wahabi yang ngaku-ngaku sebagai penjernih ajaran Islam dan pewaris sejati Islam dari para Salafush sholeh; para sahabat dan tabi’in, dan yang sukanyatut-nyatut nama Imam Ahmad bin Hanbalpaling getol memerangi praktik seperti itu yang mereka anggap sebagai bid’ah yang sesat. Salanya dulu waktu masih hidup malas ngaji! Kok enak sekarang mau dikirimi pahala bacaan Alqur’an! Lagipula, kalau sudah mati ya sudah.

Mulailah ayat-ayat tertentu Alqur’an mereka tafsirkan, seakan merekalah pewaris dan mandataris Alqura’n, dan seakan Allah hanya menyerahkan kepada mereka untuk menafsirkan Kalam suci-Nya!
Tetapi kenyataannya Imam Ahmad tidak seperti itu.  Coba perhatikan apa yang ditulis oleh Representatif kaum Wahabi; Ibnu al Qayyim al Jawziah dalam kitab ar Rûh-nya:13:

Khallâl berkata, “Hasan bin Ahmad al Fizari mengabarkan kepadaku, Ali bin Musa Al Hadad bertutur kepadaku- dan ia adalah orang yang jujur, shadûq-, ‘Aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah al Jawhari melayat jenazah, seusai dikebumikan, ada seorang buta duduk di sisi kuburan sambil membaca Alqur’an, maka Ahmad berkata kepadanya, ‘Hai Anda, ketahuilah bahwa membaca Alqur’an itu bid’ah!’

Ketika kami keluar dari pekuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad bin Hanbal, ‘Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang Mubasysyir al Halabi? Ia menjawab, ‘Ia tsiqah (terpercaya dalam membawakan hadis), ia berkata, ‘Apakah Anda meriwayatkan sesuatu darinya?’ Ya, jawab Ahmad.
Maka Muhammad berkata, ‘Mubasysyir mengabarkan kepadaku dari Abdurrahman bin al Alâ’ bin al Lajlâj dari ayahnya bahwa ia berwasiat agar jika kelak ia dikuburkan agar ada yang membacakan pembukaan dan penutuopan surah al Baqarah di sisi kepalanya. Dan ia berkata, bahwa Ibnu Umar juga berwasiat demikian.’
Maka segera Ahmad memerintahkannya agar kembali dan mengatakan kepada orang yang ia tegur itu agar kembali membaca Alqur’an lagi.

Abu Salafy berkata: Sungguh luar biasa kejujuran dan kebesaran sikap Imam Ahmad ra. Kendati, tadinya ia menghukumi perbuatan orang itu yang membaca Alqur’an di sisi kuburan sebagai praktik bid’ah, tetapi segera setelah ia mengetahui bahwa praktik itu telah diriwayatkan juga dari para ulama terpercaya dan juga dari Ibnu Umar, ia segera mencabut fatwanya dengan penuh ketundukan dan tanpa rasa congkak.

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa memang demikianlah sikap yang harus ditempuh oleh para ulama. Siap mengaku salah ketika salah dan tidak angkuh mereima teguran. Sebab siapa sih yang tau segala-galanya?!

Selain itu, juga dapat disimpulkan  kalau orang sekaliber Imam Ahmad aja ndak tau hadis tentang masalah tersebut, sehingga ditegur temannya, lalu apa kita yang ingusan ini sok tau segala-galanya dan main tuduh sana bid’ah, tuduh sini syirik, kafir dll.

Kalau demikian kenyataannya, jadi kira-kira kaum Wahabi ini ikut siapa ya? Nagkunya ikut Imam Ahmad. Ee ternyata Imam Ahmad ndak begitu! Ngaku ikut Salaf dan Sahabat, ternyata sahabatnya juga ndak begitu!  Tapi nagkunya ngikut Salaf dan membanggakan diri dengan nama kami “Kaum Salafiyah”Ngecap!

Jangan-jangan memang Kaum Wahabi itu bukan pengikut siapa-siapa, bukan Ahmad bin Hanbal, bukan sahabat Nabi saw. mereka adalah pengikut diri sendiri dan bayang-bayang kebenaran!
Harapan saya, para senior Wahabi di tanah tandus Najd sana, mbok mau meniru Imam mereka Ahmad bin Hanbal.

Untuk Anda yang kerasukan virus Wahabisme/ Salafysme hendaknya mengakaji ulang doktrin-doktrin Anda. Siapa tau Anda ternyata di jalan yang salah. Ngak ada salahnya kok belajar itu.