[6] [WAHABI] [slider-top-big] [WAHABI]

Wahabi Pemeca belah umat

| No comment
Ajaran Wahabi dapat menimbulkan perpecahan umat Islam

Ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab atau ajaran Wahabi dapat menimbulkan perpecahan umat Islam. Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak sehingga kaum muslim tidak patut mengikuti hasil ijtihadnya.

Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi sehingga mereka kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah lebih bersandarkan muthola’ah (menelaah) kitab dengan akal pikiran mereka sendiri secara otodidak (belajar sendiri) di balik perpustakaan berdasarkan makna dzahir/harfiah/tertulis/tersurat atau memahaminya dengan metodologi “terjemahannya saja” dari sudut arti bahasa (lughot) atau istilah (terminologi) saja. Mereka kurang memperhatikan alat bahasa seperti Nahwu, Shorof, Balaghoh (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun ushul fiqih maupun ilmu fiqih
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab diketahui tidak mau mempelajari ilmu fiqih sebagaimana informasi yang disampaikan oleh ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul

Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).

Pola pemahaman dan pendalaman ilmu agama ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti atau meneladani ulama Ibnu Taimiyyah yang mengaku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun tidak bertemu dengan Salafush Sholeh. Pengikut ulama Ibnu Taimiyyah dikarenakan mereka mengaku mengikuti Salafush Sholeh atau ajaran Salafiyah sehingga menamakan diri mereka sebagai Salafy.  Sehingga pengikut ajaran  ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dinamakan juga Salafy Wahabi.

Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)

Beliau (Syaikh Ibnu Hajar) juga berkata ” Maka berhati-hatilah kamu, jangan kamu dengarkan apa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dan selain keduanya dari orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah telah menyesatkannya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan menjdaikan penghalang atas pandangannya. Maka siapakah yang mampu member petunjuk atas orang yang telah Allah jauhkan?. (Al-Fatawa Al-Haditsiyyah : 203)

Seharusnya karya-karya ulama Ibnu Taimiyyah telah terkubur sejak lama karena dilarang untuk dibaca oleh ulama-ulama terdahulu namun entah mengapa 350 tahun kemudian setelah beliau wafat, karya-karya beliau sampai dan dipelajari kembali oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Diduga kaum Zionis Yahudi yang mengangkat kembali pola pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah.

Di dalam beberapa tulisan tentang riwayat ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dikatakan bahwa “Demikian meresapnya pengaruh dan gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Muhammad bin ‘Abdul Wahab bagaikan duplikat(salinan) Ibnu Taimiyah“.

Pada hakikatnya duplikasi ulama tidak dapat terjadi dengan hanya memahami kitab-kitabnya. Pasti terjadi perbedaan pemahaman karena bahasa tulisan kemungkinan besar terjadi distorsi. Hal yang berbeda dengan bertalaqqi (mengaji) pada ulama yang memungkinkan terjadinya transfer keilmuwan Islam.
Perhatikanlah dengan Salafy Yamani dan Salafy Haraki yang sama-sama mengaku mengikuti Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka berbeda pendapat.

Salafy Yamani sangat menolak metode pergerakan (Harakiyah), sebab hal itu dianggap sebagai bid’ah dan merupakan praktik fanatisme (hizbiyah). Sementara kalangan Salafy Haraki membutuhkan sistem organisasi (tanzhim) untuk membina dakwah di tengah berbagai fitnah kehidupan modern. Mereka menganggap penerapan sistem organisasi itu sebagai bentuk ijtihad yang diperbolehkan dalam Islam. Kedua belah pihak menempuh pendapat masing-masing dan bertahan dengan pendapat yang diyakininya.

Di kalangan Salafy Yamani dan sebagian ulama-ulama Salafy, baik di Yaman atau Timur Tengah pada umumnya ada istilah yang kerap dipakai untuk menyebut komunitas Salafy Haraki ini, yaitu Sururi atau Sururiyah. Dinamakan Sururi sebab tokoh yang dianggap menjadi perintis gerakan ini ialah Muhammad Surur bin Nayef Zainal Abidin, seorang mantan tokoh Ikhwanul Muslimin (IM) asal Syria yang pernah tinggal di Saudi. Muhammad Surur adalah pemimpin yayasan Al Muntada’ Al Islamy yang berpusat di London. Lembaga ini mengkoordinasikan majlis-majlis dakwah Salafiyah yang berpola pergerakan. Selain Muntada Al Islamy, ada organisasi serupa yang berpusat di Kuwait, yaitu Jum’iyyah Ihya’ut Turats Al Islamy, yang dipimpin oleh Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq, seorang mantan tokoh IM juga. Salafy Haraki akhirnya identik dengan dua organisasi dakwah ini, meskipun di luar keduanya masih ada lembaga-lembaga lain yang juga menempuh metode serupa. Ciri khas mereka, yaitu menerima ajaran-ajaran Salafiyah dan menerapkan pola pergerakan dalam dakwahnya.Perselisihan antara kelompok Salafy Yamani dengan Haraki sangat tajam. Pihak Yamani menyebut kelompok Haraki sebagai ahlul bid’ah sehingga berhak direndahkan serendah-rendahnya.

Dalam tulisan yang berjudul Membongkar Kedustaan Abdurrahman At Tamimi AL Kadzab (dimuat oleh situs www.salafy.or.id), Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al Malanji mengutip pendapat ulama Salaf tentang cara memperlakukan ahlul bid’ah. Berikut kutipannya:
Mereka (Ulama Salaf) bersepakat dengan itu semua atas ucapan untuk bersikap keras terhadap ahlul bid’ah, merendahkan, menghinakan, menjauhkan, memutuskan hubungan dengan mereka, menjauhi mereka, tidak berteman dan bergaul dengan mereka, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan menghindar dan memboikot mereka.” (Aqidatus Salaf Ashhabil Hadits, hal 123).

Dalam praktik, sikap seperti ini benar-benar diterapkan oleh Salafy Yamani terhadap para Salafy Haraki.
Sedangkan pihak Haraki, mereka juga membela diri. Diantaranya seperti yang disebutkan oleh Mubarak BM. Bamuallim, LC. Dalam buku yang dia susun, Biografi Syaikh Al Albani: Mujaddid dan Ahli Hadits Abad Ini, halaman 187, bagian catatan kaki. Disana Bamuallim menulis:
“Sebagaimana yang terjadi di negeri ini (Indonesia), munculnya beberapa gelintir manusia dengan berpakaian Salafiyah, memberikan kesan seolah-olah mereka mengajak kepada pemahaman Salaf, namun hakikatnya mereka adalah pengekor hawa nafsu dan perusak dakwah Salafiyah, akibatnya mereka hancur berkeping-keping, dan saling memakan daging temannya sendiri. Wal’iyadzubillah, kami memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari nasib serupa.

Pada awalnya, Salafy Yamani ikut bergabung dengan majalah As Sunnah, tetapi tahun 1995 mereka mengadakan majalah sendiri dengan nama Salafy. Masih dari majalah As Sunnah edisi 15/th. II, di sana disebutkan ucapan selamat atas terbutnya majalah Salafy. Berikut ucapannya: “Seluruh Kerabat Kerja Majalah As Sunnah mengucapkan: Selamat atas terbitnya Majalah Salafy. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kekuatan dan kemudahan dalam mengajak umat kepada manhaj Salaf ash Shalih.” (Hal. 20). Hal ini menjadi bukti lainnya bahwa semula antara Salafy Yamani dan Haraki terdapat hubungan baik.
Sejak munculnya majalah Salafy suasana dakwah di Indonesia terasa mulai memanas, sebab majalah ini begitu keras dalam menentang dan menyerang kelompok-kelompok Islam yang dinilai menyimpang. Sebenarnya majalah As Sunnah juga bersikap keras, tetapi tidak sekeras Salafy. Pihak yang paling banyak diserang oleh majalah Salafy ialah Ikhwanul Muslimin (IM) dan tokoh-tokohnya seperti Hasan Al banna, Yusuf Qardhawi, Sayyid Quthb, Hasan Turabi, dll. Kalau membaca majalah Salafy, nuansa konfliknya segera terasa. Mungkin, hal itu dianggap sebagai aplikasi sikap keras terhadap ahlul bid’ah.

Yang tidak dapat ditemukan dari sikap Ja’far Umar dan ustadz-ustadz di kalangan Salafy Yamani ialah sikap hikmah. Mereka menyerang dengan keras, seolah orang-orang yang diserang itu bukan manusia, sehingga tidak perlu diperhitungkan perasaannya. Sebagai perbandingan, jika ada orangtua musyrik yang memerintahkan anak-anaknya berbuat kemusyrikan, maka anak-anaknya dilarang mentaati perintah itu, tetapi mereka tetap diperintahkan tetap bersikap baik kepada keduanya. Tetapi mengapa ketika terhadap sesama saudara muslim mereka halal menghina, merendahkan bahkan mengkafirkan?
Seperti sekitar awal 1996 melalui majalah Salafy, Ja’far Umar melontarkan celaan yang sangat besar terhadap Yusuf Al Qardhawi. Di sana Ja’far menyebut Qardhawi sebagai Aduwwullah (Musuh Allah) dan Yusuf Al Quraizhi ( Yusuf dari suku Quraizhah Yahudi Madinah). Kedua sebutan ini tentu konsekuensinya ialah mengkafirkan Yusuf Al Qardhawi. Ini adalah contoh sikap berlebihan Ja’far Umar dan para pengikutnya. Kemudian beliau berkonsultasi dengan gurunya, Syeikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i di Yaman, tentang kedua sebutan itu. Ternyata, guru beliau ini juga menganggap sebutan itu keliru, lalu beliau menetapkan sebutan lain yang menurutnya lebih baik, yaitu Yusuf Al Qaradha (Yusuf Sang Penggunting, maksudnya menggunring Sunnah Syariah Islam). Akhirnya, Ja’far Umar secara sportif mengakui bahwa sebutan yang dia tetapkan tidak adil dan hal itu dimuat di Salafy edisi selanjutnya, (Salafy, edisi 3/Syawal 1416, 1996).

Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz Tarim-Hadhramaut menyampaikan bahwa manhaj moderat dalam berdakwah adalah mengajak manusia kembali pada Allah dengan orisinalitas tiga dogma yakni, Iman, Islam, Ihsan dan menjauhkan dakwahnya dari tudingan atau celaan terhadap Muslim dari sekte apapun. Sebab, seperti inilah dakwah Muhammad khairul basyar. Karena Muhammad tidak pernah menghina sesama ahli la ilaha illa Allah. Rektor Universitas Al Ahgaff, Prof. Habib Abdullah Baharun kerap berpesan bahwa umat Muslim dari sekte apapun, adalah umat lailaha illa Allah, oleh karena itu interaksi kita dengan mereka juga yang sesuai dengan ajaran la ilaha illa Allah. Jadi kita mesti paham bahwa variatif sekte yang ada dalam Islam itu semua adalah ahli la ilaha illa Allah. Mereka semua mengesakan Allah. Allah membelai mereka dengan belaian Islam. Allah mencintai mereka karena hurmat atau kemulyaan kalimah tauhid ini. Dalam satu kisah diceritakan bahwa Rasul shallallahu alaihi wasallam  marah ketika salah seorang sahabat membunuh orang kafir yang telah mengucapkan la ilaha illa Allah dalam satu peperangan. “Wahai Rasul, dia mengucapkan la ilaha illa Allah supaya aku tidak membunuhnya,” kata sahabat itu. “Apa kamu telah membelah dadanya hingga kau tahu bahwa dia mengucapkan la ilaha illa Allah karena takut dibunuh..???!!!” jawab Rasul berulang kali. Beginilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajari para sahabat agar mereka juga memahami betapa mulianya kalimat tauhid ini disisi Allah, sehingga mereka tidak boleh sembarangan ketika berinteraksi dengan sesama umat islam, apalagi sampai menuduh mereka kafir hingga membunuhnya.

Kita dapat melihat perselisihan yang menimbulkan perpecahan dikarenakan perbedaan pemahaman atau pendapat di antara mereka yang mengaku-ngaku mengikuti Salafush Sholeh seperti di dalam ini




point point kesesatan para penyembah thaghut RADIO RODJA

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji hanyalah milik Allah, Sholawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya dan sahabat-sahabatnya serta siapa saja yang mengikuti petunjuknya.
Kemudian setelah itu.
oleh itu kami menjelaskan di sini khususnya pada mereka yang ghuluw ” berlebihan ” mengangkat benda mati sebagai tolak ukur kebenaran bahkan lebih dari itu menjadi benda mati ” RADIO RODJA ” ini sebagai ukuran wala dan baro.
oleh karena itu ihkwah mari kita jelaskan dulu apa itu THAGHUT ? ? ?

At Thaghut adalah segala sesuatu yang di`ibadahi selain Allah Tabaaraka wa Ta`aala, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh para peng`ibadat (pemujanya), ataupun ia rela dengan keta`atan orang yang menta`atinya dalam hal kema`siatan kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam.
Allah Tabaaraka wa Ta`aala mengutus para rosulNya supaya memerintahkan kaum mereka, agar ber`ibadah hanya kepada Allah Subhaana wa Ta`aaala saja serta menjauhi thogut. Allah Jalla wa `Alaa berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Artinya: Dan sungguh sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap tiap umat (untuk menyerukan): “Ber`ibadatlah kalian kepada Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu , ada orang orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang orang yang mendustakan (rasul rasul). (QS. An-Nahl : 36).

Marilah kita simak penafsiran ayat yang mulia ini; berkata As Syaikh Abdurahman As Sa’diy Rahimahullahu Ta`aala : “Allah Jalla wa `Alaa telah mengkhabarkan kepada kita bahwa hujjahNya telah tegak atas seluruh umat, bahwasanya tidak ada satu ummat dari umat terdahulu maupun yang terakhir, melainkan Allah Jalla Sya`nuHu telah mengutus kepada umat tersebut seorang Rasul `Alaihis Sholaatu was Salaam, dimana seluruh Rasul `Alaimus Sholaatu was Salaam telah sepakat diatas satu da`wah, satu Din (Agama Islam), yaitu: “dakwah kepada untuk ber`ibadah kepada Allah saja yang tidak ada sekutu bagiNya,”

أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ terbagilah ummat tersebut kepada dua bahagian, sesuai dengan penerimaan mereka terhadap da`wah para RasulNya atau tidak menerimanya, ada diantara merela menerima seruan Rasul `Alaihis Sholaatu was Salaam tersebut, ada yang mengingkarinya, maka jadilah dua golongan, 

[فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ]’’ “diantara mereka ada orang orang diberi petunjuk oleh Allah”, maksudnya mereka yang mengikuti para rasulNya secara ilmu dan `amalan,

[وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ]’ “dan diantara mereka ada pula orang orang yang telah pasti kesesatan atasnya”, maksudnya mereka yg telah mengutamakan kesesatan daripada pentunjuk Rasulnya,

{ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ}” “maka berjalanlah kalian dipermukaan bumi”maksudnya, dengan badan-badan dan hati-hati kalian 

فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ’’dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (Rasul-rasul `Alaihimus Sholaatu was Salaam)”,maksudnya, kalian akan melihat hal-hal yang menakjubkan, dan tidaklah kalian melihat orang orang yang mendustakan RasulNya melainkan kebinasaan yang mereka dapatkan”.

Pengertian Thaghut
Secara bahasa, kata ini diambil dari kata طَغَى, artinya melampaui batas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ

“Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami bawa kalian di perahu.” (Al-Haqah:11)
Adapun menurut istilah syariat, definisi yang terbaik adalah yang disebutkan Ibnul Qayyim: “(Thaghut) adalah setiap sesuatu yang melampui batasannya, baik yang disembah (selain Allah Subhanahu wa Ta’ala), atau diikuti atau ditaati (jika dia ridha diperlakukan demikian).”
Ibnul Qayyim berkata: “Jika engkau perhatikan thaghut-thaghut di alam ini, tidak akan keluar dari tiga jenis golongan tersebut.”

Definisi lain, thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah (dalam keadaan dia rela).
Wajibnya Mengingkari Thaghut

Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk mengkufuri thaghut dan beriman kepada Allah. Dasarnya adalah:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan masalah ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ

”Dan telah kami utus pada setiap umat seorang Rasul, (yang menyeru umatnya):Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah oleh kalian thaghut.” (An-Nahl: 36)

2. Kufur kepada thaghut merupakan syarat sah iman, sehingga tidak sah iman seseorang hingga mengingkari thaghut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

”Barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah berpegang dengan tali yang kokoh.” (Al-Baqarah: 256)

3. Karena ini terkandung dalam lafadz Laa ilaha illallah. Ilallah adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kufur kepada thaghut. Laa ilaha menafikan semua peribatan kepada selain Allah. Laa ilaha illallah menetapkan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bentuk Pengingkaran terhadap Thaghut
Para ulama menerangkan bahwa mengkufuri thaghut terwujud dengan enam perkara yang ditunjukkan oleh Al-Qur`an:
1. Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Meninggalkannya dan meninggalkan peribadahan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati, lisan, dan anggota badan.
3. Membencinya dengan hati dan mencercanya dengan lisan. Cercaan dengan lisan yaitu dengan cara menunjukkan dan menerangkan bahwa sesembahan selain Allah adalah batil dan tidak bisa memberikan manfaat.
4. Mengkafirkan pengikut dan penyembah thaghut.
5. Memusuhi mereka dengan dzahir dan batin, dengan hati dan anggota badan.
6. Menghilangkan sesembahan-sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tangan, jika ada kemampuan.

lihatlah gambar di sebelah itu : bentuk memulyakan benda mati sangat berlebihan salah satu bentuk perbuatan mendekati kekufuran
sebagai contoh dalam perkara hajar aswad lihatlah sahabat umar bin khotob rodhiyallohua anhu

Pelaku Thawaf yang mengitari Baitullah itu dengan hatinya ia melakukan pengagungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yang menjadikannya selalu ingat kepada Allah, semua gerak-geriknya, seperti melangkah, mencium dan beristilam kepada hajar dan sudut (rukun) yamani dan memberi isyarat kepada hajar aswad sebagai dzikir kepada Allah Ta’ala, sebab hal itu bagian dari ibadah kepada-Nya. Dan setiap ibadah adalah dzikir kepada Allah dalam pengertian umumnya. Adapun takbir, dzikir dan do’a yang diucapkan dengan lisan adalah sudah jelas merupakan dzikrullah;
sedangkan mencium hajar aswad itu merupakan ibadah di mana seseorang menciumnya tanpa ada hubungan antara dia dengan hajar aswad selain beribadah kepada Allah semata dengan mengagungkan-Nya dan mencontoh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hal itu, sebagaimana ditegaskan oleh Amirul Mu’minin, Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu ketika beliau mencium hajar aswad mengatakan,

“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau (hajar aswad) tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga manfa’at. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”

Adapun dugaan sebagian orang-orang awam (bodoh) bahwa maksud dari mencium hajar aswad adalah untuk mendapat berkah adalah dugaan yang tidak mempunyai dasar, maka dari itu batil. Sedangkan yang dinyatakan oleh sebagian kaum Zindiq (kelompok sesat) bahwa thawaf di Baitullah itu sama halnya dengan thawaf di kuburan para wali dan ia merupakan penyembahan terhadap berhala, maka hal itu merupakan kezindikan (kekufuran) mereka, sebab kaum Muslimin tidak melakukan thawaf kecuali atas dasar perintah Allah, sedangkan apa saja yang perin-tahkan oleh

Allah, maka melaksanakannya merupakan ibadah kepada-Nya.
Tidakkah anda tahu bahwa melakukan sujud kepada selain Allah itu merupakan syirik akbar, namun ketika Allah Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam, maka sujud kepada Adam itu merupakan ibadah kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan tidak melakukannya merupakan kekufuran?!
dalam hadits lain menjelaskan tentang sikap berlebihan kepada sosok manusia termasuk khilafush sunnah
Anas bin Malik pun melaporkan bagaimana keadaan para shahabat berkaitan dengannya :

لَمْ يَكُنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُونَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ

”Tidak ada seorangpun yang lebih dicintai oleh para shahabat daripada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Akan tetapi, bila mereka melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau, sebab mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal tersebut” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2754; shahih].
sumber


Itu hanya sebagian saja yang saya kutip.

Perbedaan tersebut ditimbulkan karena mereka tentu tidak bertemu dengan Salafush Sholeh sehingga mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh

Apa yang ulama mereka katakan sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in, Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.

Mereka berijtihad dengan pendapatnya terhadap hadits tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atasnamakan kepada Salafush Sholeh.

Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-orang yang serupa dengan Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim Al Najdi yang karena kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik Rasulullah shalallahu alaihi wasallam

Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)

Dikatakan sebagai fitnah karena contohnya Salafy Yamani seolah-olah mengatakan Salafush Sholeh mengharamkan berorganisasi padahal  kita diharuskan untuk mengimplementasikan keberjama’ahan dari sholat berjama’ah dalam kehidupan sehari-hari.
Firman Allah ta’ala yang artinya

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai” (QS Ali-Imraan [3]:103 ).
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berjuang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS as Shaff [61]:4 )

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka sebagai amir (pemimpin)
Berorganisasi adalah kebutuhan dasar manusia untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara sosial dan bersinergi. Ketidak mampuan manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri menjadi alasan besar kenapa manusia butuh berinteraksi satu dengan lainnya. Manusia diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga mendorong manusia menjalin hubungan, bekerjasama, membentuk komunitas dan akhirnya bisa saling mengasihi dan menyayangi sehingga tercipta ekosistem kehidupan yang seimbang.

Organisasi jika dikaji lebih jauh sebenarnya adalah peradaban tua dalam sejarah manusia. Sejak zaman pra-sejarah manusia sudah mengenal organisasi walaupun belum teratur dan terformat secara baik, namun dari artefak-artefak yang ditemukan banyak arkeolog yang menyimpulkan bahwa manusia pra sejarah sudah mengenal organisasi seperti adanya kepala suku dan segala perangkatnya. Mungkin ini sedikit bukti bahwa organisasi sangatlah dekat kehidupan manusia dan mustahil untuk dipisahkan

Menengok ke salah satu peradaban tua dunia, timur tengah misalnya, mereka pun terbukti sangat dekat dengan keorganisasian. Saat itu klan dalam masyarakat Arab adalah patokan membentuk sebuah kelompok masyarakat. Klan inilah yang memunculkan kabilah-kabilah atau suku-suku dalam masyarakat mereka. Bahkan sistem klan ini mampu memberi batasan langsung dalam menentukan jabatan setiap kabilah dalam penjagaan Ka’bah. Seperti garis keturunan dalam bani Hasyim (klan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam) mempunyai tugas dalam memberi air minum kepada para peziarah Ka’bah.

Pengharaman berorganisasi diduga digunakan pengikut ajaran Wahabi untuk mempertahankan kekuasaan kerajaan dinasti Saudi. Mereka sangat khawatir lahirnya pemimpin dalam sebuah organisasi yang dapat mengganggu kekuasaan kerajaan dinasti Saudi. Demikianpula, pengharaman Maulid Nabi pada hakikatnya dikarenakan kekhawatiran lahirnya pemimpin dari berkumpulnya kaum muslim.

Para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi yang mengikuti ajaran wahabi secara tidak langsung telah mengkhiianati Allah, RasulNya dan kaum muslim karena tidak dapat berbuat banyak dengan sistem pemerintahan dalam bentuk kerajaan absolut mutlak tanpa ada majelis yang berwenang mencegah dan mengkoreksi  kebijakan kerajaan jka keluar dari syariat Islam

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)

Para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi yang mengikuti ajaran wahabi tampak membiarkan kerajaan dinasti Saudi selalu menjadi sekutu Amerika Serikat, kecuali Raja Faisal, yang menentang Amerika Serikat dan sekutunya, yang membela Israel. Bahkan, Raja Faisal melakukan embargo minyak terhadap Amerika Serikat. Tetapi, kemudian Faisal dibunuh keponakannya sendiri, yang menjadi alat CIA, yang baru saja pulang dari Amerika, di tahun l974.

Kerajaan dinasti Saudi membelanjakan kekayaannya triliun dollar, hanya untuk membeli mesin pembunuh dari Amerika Serikat, dan tidak digunakan membunuh musuh-musuh Allah, tetapi hanya digunakan untuk menghadapi rakyat yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, yang dituduh sebagai teroris.
Kerajaan dinasti Saudi menandatangani kontrak senilai $ 3-miliar dollar dengan Inggris untuk membeli jet tempur jenis Sea Harrier, yang baru. Sementara itu, surat kabar Jerman melaporkan bahwa Arab Saudi akan membeli 600-800 tank Leopard dari Jerman , setidaknya dua kali lipat dari jumlah perkiraan sebelumnya.
Uang kerajaan hanya habis digunakan membeli peralatan militer, atau digunakan membeli klub sepak bola
Eropa atau lainnya. Tidak dalam rangka membela agama Allah.

Republik Islam Iran yang mayoritas penduduknya adalah kaum syiah yang menurut anggapan pengikut ajaran Wahabi adalah sesat, mereka memiliki Pemimpin Agung Iran yang bertanggung jawab terhadap “kebijakan-kebijakan umum Republik Islam Iran“. Ia juga merupakan ketua pasukan bersenjata dan badan intelijen Iran dan mempunyai kuasa mutlak untuk menyatakan perang. Mereka memiliki  Majlis Wali  yang menjaga konstitusi dan perundang-undangan agar sesuai dengan syariat Islam.  Mereka juga memiliki Majelis Ahli yang bermusyawarah selama seminggu setiap tahun mempunyai 86 anggota yang ahli dalam ilmu-ilmu agama. Jadi kekuasaan dan kebijakan Presiden Republik Islam Iran dikendalikan agar mengikuti syariat Islam.
Begitupula dengan kerajaan Islam Brunei Darussalam berideologi Melayu Islam Beraja (MIB) dengan penerapan nilai-nilai ajaran Agama Islam dirujuk kepada golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh  Imam Al Asyari dan mengikut Mazhab Imam Syafei. Sultan Brunei disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan dengan dibantu oleh dewan penasihat kesultanan dan beberapa menteri,  juga bertindak sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam dimana dalam menentukan keputusan atas sesuatu masalah dibantu oleh Mufti Kerajaan.

Pelajaran berharga dari Somalia adalah kehancuran negara tersebut justru terjadi ketika mereka memulai menerapkan Syariat Islam namun sekte As Syabab Al Mujahidin menginginkan syariat Islam sebagaimana ajaran ulama Muhammad bin Abdul Wahhab atau ajaran Wahabi.
Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz Tarim-Hadhramaut mengatakan



Di negara Somalia, sampai kini, masih terjadi pertumpahan darah gara-gara ada sekte yang suka mengkafir-kafirkan (Jama’ah Takfir), ini yang saya takutkan kalau sampai terjadi di Indonesia . Oleh sebab itu ada baiknya kita juga mengaplikasikan apa yang pernah diucapkan oleh Habib Abu Bakar Al Adny, da’i sekaligus pemikir Islam asal kota Aden, dalam satu lawatannya di Univ. Al Ahgaff, beliau berkata bahwa da’wah, itu yang bermanfaat bagi umat bukan malah memecah belah umat. Menuduh kafir, pertikaian, perdebatan yang berlandaskan hawa nafsu itu adalah dakwah yang memicu perpecahan dan itu yang mesti kita tanggalkan kini. Sahabat Abu Dzar pernah memanggil Bilal, “Hai si hitam.” Rasul pun mendengar dan berkata, “Hai, apakah orang putih itu lebih mulia dari mereka yang hitam. Tidak, tidak ada keutamaan dalam diri seseorang kecuali taqwa.” Lantas Abu Dzar sadar dan berkata pada Bilal, “Aku telah mengolokmu dan aku mengaku salah.” “Aku telah memaafkanmu,” kata Bilal. “Tidak, belum, ini wajahku kutaruh di tanah dan injaklah hingga keluar virus kesombongan dariku,” kata Abu Dzar. “Aku telah mengampunimu,” kata Bilal. “Tidak demi Allah hatiku takkan tenang hingga kau menaruh kaki di wajahku ini, hingga penyakit ini hilang,” kata Abu Dzar. Beginilah Rasul mendidik umat la ilaha illa Allah agar saling menghormati, toleran, tidak menyakiti dan sikap inilah yang mesti kita implementasikan ketika bertemu dengan sesama umat la ilaha Illa Allah, dari sekte apapun. Agar dakwah untuk mengajak umat kembali pada Allah terus langgeng dan tidak mandeg gara-gara disibukkan dengan saling jegal antar sekte.

Jadi pada hakikatnya sekte As Syabab Al Mujahidin untuk memperturutkan hawa nafsu mereka , rela membiarkan kaum muslim Somalia menderita berkepanjangan sampai saat ini.

Sebagaimana diketahui, setelah Syarif diangkat menjadi pemimpin Somalia pada Januari 2009 lalu, faksi pejuang Somalia terbagi menjadi dua, antara pendukung dan penentang.
Biar postingan ini tidak terlihat panjang maka saya lanjutkan di dalam kotak di bawah ini 


Sebagian kelompok Mahakim Al Islami, yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Qadir Ali Umar, Harakah Al Ishlah (Ikhwan Al Muslimun), Harakah Tajammu’ Al Islami dan Jama’ah Ahlu Sunnah wa al

jama’ah adalah 4 faksi menyatakan dukungan kepada Syarif.
Sedangkan Harakah As Syabab Al Mujahidin serta Al Mahakim Al Islami wilayah Asmarah, Al Jabhah Al Islamiyah serta Mu’askar Anuli, yang bergabung dalam Hizb Al Islami.

Syeikh Syarif sebagai kepala pemerintahan transisi menegaskan, “Islam adalah dasar dalam setiap gerak pemerintah Somalia.” Akan tetapi Syeikh Syarif menolak pemikiran Syabab Mujahidin yang menurutnya masih jauh dari konsep Islam ideal.

Pengikut ajaran Wahabi merasa diri merekalah yang benar dan dianggapnya mayoritas kaum muslim (As-sawadul a’zham) telah rusak sehingga mereka merasa sebagai yang dimaksud dengan Al Ghuroba  atau orang-orang yang asing sebagaimana hadits berikut

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid -yaitu Ibnu Kaisan- dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing.” (HR Muslim 208)

Mereka bukanlah yang dimaksud Al Ghuroba namun mereka adalah orang-orang yang mengasingkan diri para ulama yang sholeh. Mereka adalah yang mengasingkan atau menyempal  atau keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (As-sawadul a’zham) sehingga boleh jadi termasuk khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.

Salah satu gurunya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yakni Syaikh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.

Pengikut ajaran Wahabi secara tidak disadari telah mengingkari sunnah Rasulullah untuk mengikuti mayoritas kaum muslim (As-sawadul a’zham) dikarenakan salah memahami firmanNya yang artinya “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”  (QS Al An’aam  [6]:116)

Makna firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) adalah larangan “menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi” yakni orang-orang musyrik. Hal ini dapat kita pahami dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.

Secara tidak sadar mereka telah memfitnah Allah Azza wa Jalla , menggunakan firman Allah ta’ala untuk tujuan atau maksud yang berbeda sehingga bertentangan dengan sunnah Rasulullah untuk mengikuti mayoritas kaum muslim (As-sawadul a’zham)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham (mayoritas kaum muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim).” (HR.Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)

Ibnu Mas’ud radhiallahuanhu mewasiatkan yang artinya: ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri

Maksudnya tetaplah mengikuti Al-Jamaah atau as-sawad al a’zham (mayoritas kaum muslim) walaupun tinggal seorang diri di suatu tempat yang terpisah. Hindarilah firqoh atau sekte yakni orang-orang yang mengikuti pemahaman seorang ulama yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham).

Dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.

Mayoritas kaum muslim atau as-sawad al a’zham  atau Al Jama’ah atau ahlus sunnah atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau disingkat aswaja adalah kaum muslim yang istiqomah mengikuti para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat

Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)

Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh.
Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh.

Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Jadi kalau kita ingin ittiba li Rasulullah (mengikuti Rasulullah) atau mengikuti Salafush Sholeh maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits”

Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat
Para ulama yang sholeh yang mengikuti dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.
Pengikut ajaran Wahabi termakan hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi sehingga karena kebencian mereka terhadap kaum syiah berakibat mereka meninggalkan bahkan diantaranya membenci para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah.

Al Qura’n adalah kitab petunjuk sedangkan para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah adalah para penunjuk.
Para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni

1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat
Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.

Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Kita justru harus berlaku jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.

Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“.

Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad. Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga alim.

Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.

Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )

Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.

Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)

Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik

Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan

Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah. Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan. Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan.

Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang Al-Qur’an.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian Salim, maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab d an Mu’adz bin Jabal.” (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Silahkan telusurilah melalui apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.

Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang muktabaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat. Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.

Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas

Prof.Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam majalah tengah bulanan “Panji Masyarakat” No.169/ tahun ke XV11 15 februari 1975 (4 Shafar 1395 H) halaman 37-38 menjelaskan bahwa pengajaran agama Islam di negeri kita diajarkan langsung oleh para ulama keturunan cucu Rasulullah seperti Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunung Jati. seperti berikut kutipan nya


“Rasulallah shallallahu alaihi wasallam mempunyai empat anak-anak lelaki yang semuanya wafat waktu kecil dan mempunyai empat anak wanita. Dari empat anak wanita ini hanya satu saja yaitu (Siti) Fathimah yang memberikan beliau shallallahu alaihi wasallam dua cucu lelaki dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib. Dua anak ini bernama Al-Hasan dan Al-Husain dan keturunan dari dua anak ini disebut orang Sayyid jamaknya ialah Sadat. Sebab Nabi sendiri mengatakan, ‘kedua anakku ini menjadi Sayyid (Tuan) dari pemuda-pemuda di Syurga’. Dan sebagian negeri lainnya memanggil keturunan Al-Hasan dan Al-Husain Syarif yang berarti orang mulia dan jamaknya adalah Asyraf.
Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan Al-Hasan dan Al-Husain itu datang ketanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, kepulauan Indonesia dan Pilipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam diseluruh Nusantara ini. Diantaranya Penyebar Islam dan pembangunan kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang diperanakkan di Aceh. Syarif kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Yang pernah jadi raja di Aceh adalah bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail, di Pontianak pernah diperintah bangsa Sayyid Al-Qadri. Di Siak oleh keluaga Sayyid bin Syahab, Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayyid Jamalullail. Yang dipertuan Agung 111 Malaysia Sayyid Putera adalah Raja Perlis.

Gubernur Serawak yang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang dari keluarga Alaydrus.
Kedudukan mereka dinegeri ini yang turun temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari hadramaut dari keturunan Isa Al-Muhajir dan Fagih Al-Muqaddam. Yang banyak kita kenal dinegeri kita yaitu keluarga Alatas, Assegaf, Alkaff, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Alhabsyi,

Alhaddad, Al Jufri, Albar, Almusawa, bin Smith, bin Syahab, bin Yahya …..dan seterusnya.
Yang terbanyak dari mereka adalah keturunan dari Al-Husain dari Hadramaut (Yaman selatan), ada juga yang keturunan Al-Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggil Tuan Sayid mereka juga dipanggil Habib. Mereka ini telah tersebar didunia. Di negeri-negeri besar seperti Mesir, Baqdad, Syam dan lain-lain mereka adakan NAQIB, yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan Sadat tersebut. Disaat sekarang umum- nya mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidati Fathimah Az-Zahra ra. sumber
Wallohu A'lam