[6] [WAHABI] [slider-top-big] [WAHABI]

Bertanya Jenis Kelamin Tuhan

| 1 Comment
Bismillah.......

Ada sebuah pertanyaan yang di ajukan dari siswa LPBA  surabaya untuk sang ustad, Pertanyaan seperti ini

“Maaf ustadz, saya sedikit tahu tata bahasa Arab. Kalau saya perhatikan dalam Al-Qur’an setiap menyebutkan asma dan sifat Allah selalu menggunakan dlomir mudzakkar “huwa” (kata ganti laki-laki) seperti dlomir ‘huwa’ dalam surat al-Ikhlas (qul huwa Allahu ahad), yang menjadi pemikiran saya kalau begitu berarti Allah itu berjenis kelamin laki-laki. Mohon penjelasannya ustadadz atas kebingungan saya ini. Atas jawabannya saya haturkan terima kasih.

M Rusydi

Siswa LPBA Surabaya “

Lalu sang Ustad menjawab seperti berikut “Ustad menjawab
Jawaban:

Akhi Muhammad Rusydi yang saya cintai, Allah itu Dzat Yang Maha Agung Maha Mulia yang wajib disembah oleh hambanya dan tidak sama dengan makhluk ciptaanya, “ Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. al-Syuura : 11)
Allah SWT tidak seperti manusia dan Allah tidak berjenis kelamin laki atau perempuan. Kalau Allah sama dengan ciptaanya berarti Allah itu hadits (baru) kalau Allah itu baru berarti akan bisa berakhir dan binasa, padahal Allah itu wujud (ada), qidam (tanpa awal) baqo’ (kekal tanpa akhir) mukholafatullilhawaditsi (berbeda dengan yang baru) dan seterusnya sesua sifat yang wajib kepada Allah SWT.

Akhi Muhammad Rusydi, adapun di Al-Qur’an di antaranya dalam surat al-Ikhlas (qul “huwa” Allahu ahad) dan setiap menyebut asma ‘Allah’ menggunakan dlomir mudzakkar ( kata ganti laki-laki) itu karena lafadz ‘Allah’ itu menurut tata bahsa arab termasuk lafadz mudzakkar.
Andaikan lafdzul Jalalah itu menggunakan kalimat ‘ilahatun’ niscaya memakai kata ganti mu’annats (perempuan), karena lafadz ‘ilahatun’ itu termasuk jenis lafadz mu’annats. Jadi dlomir huwa dalam Al-Qur’an itu kembali kepada lafadz yang agung Allah sebagai kalimat yang tertulis dalam bahsa arab, dan bukan kepada dzat Allah sebagi Tuhan yang wajib disembah. Wallahu a’alam bisshowab.”

Maka sang Ustad Sedikit di kritisi oleh orang lain seperti berikut ini “Ustad diatas menjawab alakadarnya (bingung) dikarenakan tidak ada kejelasan di Al Quran tentang jenis kelamin Allah SWT. Dan Al Quran juga hanya menjelaskan bahwa Allah SWT berbentuk Dzat. Namun, Dzat apakah itu masih dipertanyakan.

Jika kita melihat dari versi Alkitab mungkin bisa menjadi patokan untuk berpikir secara logika.”
Dan kritisi yang sangat nampak meleset nya seperti berikut ini “Berfirmanlah Allah:  “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan dilaut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

Jadi apakah salah jika untuk kata ganti Tuhan menggunakan kata ganti laki-laki jika bertolok ukur dari Alkitab? Ataukah Quran hanya sekedar mencontek Alkitab? Wallahu a’alam bisshowab
ADAKAH MUSLIM YANG BISA MENJELASKAN JENIS KELAMIN ALLAH SWT?
Note: Manusia pertama yang Tuhan ciptakan menurut Alkitab adalah Adam. Dan Tuhan menciptakan adam secitra atau segambar dengan Tuhan.”

Pertanyaan saya nukil dari sini

Dan saya melanjutkan sekalian Mewakaili jawaban sang Ustad,

Dikarenakan komentar itu sedikit menunjukkan ketidak fahaman atas dzat Allah SWT. Saya tegaskan lagi bahwasan nya komentar-komentar di atas itu Hanya ada dua kelompok yang berkeyakinan demikian, Artinya orang yang komen di atas adalah Jikalau bukan orang yahudi insya’Allah itu orang Wahabi (pengikut muhammad ibn wahab) Kenapa kok demikian?

Karna Hanya ada dua golongan yang berkeyakinan Bahwasan nya Allah itu berbentuk seperti manusia, Pertama Orang yahudi berkeyakinan Di dalam naskah Taurat atau yang ereka sebut Al-qitab padahal itu sudah ditahrif yang mereka namakan “ Safar at-Takwin Ishah pertama nomer : 26-28 disebutkan :

و قال الله نعمل الإنسان على صورتنا على شبهنا… فخلق الله الإنسان على صورته على صورة الله خلقه ذكرا و أنثى خلقهم

“ Allah berkata ; “ Kami buat manusia dengan bentuk dan serupa denganku…lalu Allah menciptakan manusia dengan bentuknya, dengan bentuk Allah, dia menciptakan laki-laki dan wanita “.

Dan kesama’an nya dengan aqidah Wahabi adalah Di dalam kitab “ Aqidah ahlu Iman fii Khalqi Adam ‘ala shurati ar-Rahman “ karya Hamud bin Abdullah at-Tuajari syaikh wahabi, yang dicetak di Riyadh oleh penerbit Dar al-Liwa cetakan kedua, disebutkan dalam halama 16 :

قال ابن قتيبة: فرأيت في التوراة: إن الله لما خلق السماء و الأرض قال: نخلق بشرا بصورتنا

“ Berkata Ibnu Qathibah “ Lalu aku melihat di dalam Taurat : “ Sesungguhnya Allah ketika menciptakan langit dan bumi, Dia berkata : “ Kami ciptakan manusia dengan bentukku “.
Pada halaman berikutnya di halaman 17 disebutkan :

و في حديث ابن عباس: إن موسى لما ضرب الحجر لبني إسرائيل فتفجر و قال: اشربوا يا حمير فأوحى الله إليه: عمدت إلى خلق من خلقي خلقتهم على صورتي فتشبههم بالحمير ، فما برح حتى عوتب

“ Di dalam hadits Ibnu Abbas : “ Sesungguhnya Musa ketika memukul batu untuk Bani Israil lalu keluar air dan berkata : “ Minumlah wahai keledai, maka Allah mewahyukan pada Musa “ Engkau telah mencela satu makhluk dari makhlukku yang Aku telah ciptakan mereka dengan rupaku, lalu engkau samakan mereka dengan keledai “ Musa terus ditegor oleh Allah “.

Naudzu billah dari pendustaan pada Allah dan pada para nabi-Nya.

Dan orang Yahudi : Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “ Safar Khuruj “ ishah 19 nomer : 3-6 :

فناداه الرب من الجبل … فالآن إن سمعتم لصوتي و حفظتم عهدي

“ Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku “.

Dan aqidah wahabi :

Di dalam kitab “ Fatawa al-Aqidah “ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :

في هذا إثبات القول لله و أنه بحرف و صوت ، لأن أصل القول لا بد أن يكون بصوت فإذا أطلق القول
فلا بد أن يكون بصوت

“ Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara “.

Dan aqidah Yahudi :

Di dalam kitab taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan dengan “ SAFAR ISY’IYA “ Ishah 25 nomer 10, Yahudi berkata :

لأن يد الرب تستقر على هذا الجبل

“ Sesungguhnya tangan Tuhan istiqrar / menetap di gunung ini “.

Dan aqidah wahabi :

dalam kitab Fatawa al-Aqidah karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang diterbitkan oleh Maktabah as-Sunnah cetakan pertama halaman 90, al-Utsaimin berkata :

و على كل فإن يديه سبحانه اثنتان بلا شك ، و كل واحدة غير الأخرى ، و إذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال فليس المراد أنها أنقص من اليد اليمنى

“ kesimpulannya, sesungguhnya kedua tangan Allah itu ada dua tanpa ragu lagi. Satu tangannya berlainan dari tangan satunya. Jika kita sifatkan tangan Allah dengan sebelah kiri, maka yang dimaksud bukanlah suatu hal yang kurang dari tangan kanannya “.

Di dalam Kitab Yahudi : “ Safar Mazamir “ Ishah 2 nomer : 4 disebutkan :

الساكن في السموات يضحك الرب

“ Yang tinggal di langit, Tuhan sedang tertawa “

Dan aqidah wahabi :

Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ cetakan Dar al-’Ashimah halaman 182, Ibnu Taimiyyah berkata :

أن الله فوق السموات بذاته

“ Sesungguhnya Allah itu di atas langit dengan Dzatnya “
Di dalam kitab “ Qurrah Uyun al-Muwahhidin “ karya Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab (cicit Muhammad bin Abdul wahhab), cetakan Maktabah al-Muayyad tahun 1990 cetakan pertama, halaman 263 disebutkan :

أجمع المسلمون من أهل السنة على أن الله مستو على عرشه بذاته…استوى على عرشه بالحقيقة لا بالمجاز

“ Sepakat kaum muslimin dari Ahlus sunnah bahwa sesungguhnya Allah beristiwa di Arsy dengan dzat-Nya…Allah beristiwa di atas Arsy secara hakekat bukan majaz “.

Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakini Tuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi. Na’udzubillah, Sedangkan semua di atas itu adalah kesalahan fatal bagi sifat-sifat nya Allah.

Untuk yang Pembaca Perlu anda ingat lagi dalam hal ini, Allah itu Wujud (ada) Akan tetapi tanpa tempat dan arah, Allah Itu suci dari sifat-sifat makhluq nya, yang di katakan di atas Allah berada di langit itu adalah kesesatan karna Allah tidak membutuhkan tempat, Sesungguh nya Allah lah yang menciptakan Langit Dan Bumi (QS sajadah :3) Muhal Allah itu Membutuhkan Makhluq nya seperti langit untuk di jadikan tempat, Kalau Allah masih membutuhkan tempat berarti Allah itu Lemah, Jikalau Allah itu lemah niscaya Allah tidak akn mampu menciptakan Makhluq, Na’udzu billah.

Maka dari itu Pemahaman kita harus di jaga dari pemahaman-pemahaan yang mungkar seperti di atas. al-Imam as-Syafi’i menuliskan sebagai berikut:

فَإنْ قِيْل: أليْسَ قَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى (الرّحْمنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى)، يُقَال: إنّ هذِهِ الآيَة مِنَ الْمُتَشَابِهَاتِ، وَالّذِيْ نَخْتَارُ مِنَ الْجَوَابِ عَنْهَا وَعَنْ أمْثَالِه...َا لِمَنْ لاَ يُرِيْدُ التّبَحُّر فِي العِلْمِ أنْ يُمِرَّ بِهَا كَمَا جَاءَتْ وَلاَ يَبْحَثُ عَنْهَا وَلاَ يَتَكَلّمُ فيْهَا لأنّهُ لاَ يَأمَنُ مِنَ الوُقُوْعِ فِي وَرَطَةِ التّشْبِيْهِ إذَا لَمْ يَكُنْ رَاسِخًا فِي العِلْمِ، وَيَجِبُ أنْ يَعْتَقِدَ فِي صِفَاتِ البَارِي تَعَالَى مَاذَكَرْنَاهُ، وَأنّهُ لاَ يَحْويْهِ مَكَانٌ وَلاَ يَجْرِي عَليْهِ زَمَانٌ، مُنَزَّهٌ عَنِ الحُدُوْدِ وَالنّهَايَاتِ، مُسْتَغْنٍ عَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَاتِ، وَيَتَخَلَّصُ مِن َالمَهَالِكِ وَالشُّبُهَاتِ.

“Jika dikatakan bukankah Allah telah berfirman: “ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa”? Jawab: Ayat ini termasuk ayat mutasyabihat. Sikap yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya ialah bahwa bagi seorang yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang ini agar supaya mngimaninya dan tidak secara mendetail membahasnya atau membicarakannya. Sebab seorang yang tidak memiliki kompetensi dalam hal ini ia tidak akan aman, ia akan jatuh dalam kesesatan tasybih. Kewajiban atas orang semacam ini, juga seluruh orang Islam, adalah meyakini bahwa Allah -seperti yang telah kita sebutkan di atas-, Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku atas-Nya waktu dan zaman. Dia maha suci dari segala batasan atau bentuk dan segala penghabisan. Dia tidak membutuhkan kepada segala tempat dan arah. Dengan demikian orang ini menjadi selamat dari kehancuran dan kesesatan” (al-Kaukab al-Azhar Syarh al-Fiqh al-Akbar, h. 13)

Maka dari itu Tidaklah perlu kita Untuk membahas nya terlalu jauh Karna Allah tidak bisa di pandang secara akal dzohir, Akan tetapi Hanya bisa di pandang secara mata hati, sedangkan hati tidak akan bisa melihat Allah kecuali hati yang bersih,
Al Imam Al Suyuthi dg memberikan penjelasan dalam Al Itqannya,beliau berkata:

وجمهور أهل السنة منهم السلف وأهل الحديث على الإيمان بها وتفويض معناها المراد منها إلى الله تعالى ولا نفسرها مع تنزيهنا له عن حقيقتها

Jumhur Ahlus Sunnah diantaranya sebagian besar dari kalangan Salafus Sholeh dan para ahli Hadist; cukup mengimani Nash tersebut apa adanya dan men TAFWIDH makna yang dimaksudkan kepada Allah SWT, dan ditafsir serta berpegang teguh meyakini kemaha sucian Allah SWT dari sifat-sifat yang tdk layak bagi-Nya.

Maka kesimpulan nya bagaimana?
Tidak usahlah anda memperdebatkan didalam urusan tuhan (Allah) yang perlu anda tanyakan bukanlah apa jenis kelamin Alloh, Alloh adadi mana, terutama yang perlu anda ketahui adalah siapa diri anda, Pertanyakan pada hati anda sendiri itu akan menyelamatkan Iman kita Jadi untuk mensikapi ayat-ayat seperti itu supaya selamat dari (kufur dalam I'TIQOD) hanya ada dua jalan yaitu: TAFWIDH & TAKWIL

Wallohu A'lam

Lutfi