[6] [WAHABI] [slider-top-big] [WAHABI]

Jangan Memaksakan diri Untuk Berceraiberai

| No comment
Jangan Memaksakan diri Untuk Berceraiberai
Kami menanyakan kepada mereka , apakah mereka sudah mendapatkan kabar keadaan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab di alam barzakh ?

Kemudian mereka membalas dengan pertanyaan apakah kami sudah mendapatkan kabar akan siksaan yang di dapat ulama Muhammad bin Abdul Wahhab di alam kubur sana karena dakwah tauhidnya ?"

Padahal kami mengajukan pertanyaan tersebut kaitannya kenapa mereka memaksakan diri mengikuti dan meneladani ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Masih banyak banyak ulama yang lain yang patut untuk kita ikuti. Terlebih lagi ulama Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ulama yang kontroversial  dan banyak "dibicarakan" atau dibantah oleh ulama-ulama terdahulu

Kalau ulama di Arab Saudi mereka terpaksa mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab karena dipaksakan oleh penguasa kerajaan dinasti Saudi sekutu dari Amerika yang merupakan representatif kaum Zionis Yahudi

Begitupula pemuda-pemudi kita yang mendapatkan undangan atau beasiswa pendidikan di Arab Saudi mereka terpaksa mengikuti pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab

Salah satu kawan kami sepulang pendidikan dari Arab Saudi, dia merasa yakin bahwa ibundanya akan masuk neraka karena beliau merutinkan membaca sholawat Nariyah

Bagi mereka yang menganggap sholawat Nariyah adalah bid'ah dholalah berarti mereka tidak memahami hadits "kullu bid'atin dholalah" dengan alat bahasa seperti nahwu, shorof, balaghoh

قَوْلُهُ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ هَذَاعَامٌّ مَخْصٍُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ .

“Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah ‘Amm Makhshush, kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Jadi yang dimaksud adalah sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Syarh Shahih Muslim, 6/154).

Bagi mereka yang menganggap matan atau syair sholawat Nariyah berisikan kesesatan maka dapat dipastikan mereka tidak memahami ilmu balaghoh

Jika  mereka belajar agama jauh ke Arab Saudi namun berkeyakinan ibundanya masuk neraka karena membaca sholawat nariyah maka mereka belum mengetahui tujuan menuntut ilmu agama dan  belum tahu pula apa tujuan hidup itu sendiri.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“

Tujuan hidup kita adalah untuk menjadi muslim yang ihsan atau mendekatkan diri kepada Allah ta'ala atau memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah ta'ala

Untuk masalah fiqih (perkara syariat), serahkan saja kepada Imam Syafi'i ra , mazhab yang diikuti di negeri kita .

Tidak perlu kita menyibukkan diri mengulang apa yang telah dikerjakan oleh Imam Syafi'i ra

Tugas kita selanjutnya selain menjalankan perkara syariat adalah berupaya mencapai muslim yang ihsan atau mendekatkan diri kepada Allah ta'ala atau memperjalankan diri kita agar sampai (wushul) kepada Allah ta'ala

Imam Syafi’i ~rahimahullah menasehatkan kita agar mencapai ke-sholeh-an sebagaimana salaf yang sholeh adalah dengan menjalankan perkara syariat sebagaimana yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalankan tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan

Imam Syafi’i ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) ,”Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat) tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih (menjalani syariat), maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]

Imam Malik ~rahimahullah menasehatkan agar kita menjalankan perkara syariat sekaligus menjalankan tasawuf agar tidak menjadi manusia yang rusak (berakhlak tidak baik).

Imam Malik ~rahimahullah menyampaikan nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajari fiqih (menjalankan syariat) rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fiqih (menjalankan syariat) tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar“

Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”

Salah satu tanda seorang muslim yang dekat dengan Allah ta’ala adalah mereka bergembira bersama Allah tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati

Firman Allah ta’ala yang artinya ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus [10]:62)

Syaikh Ibnu Athoillah melukiskan “Ibarat seorang anak kecil yang pergi bersama ayahnya. Keduanya berjalan di malam hari. Karena menyayangi anaknya, sang ayah senantiasa mengawasi dan memperhatikannya tanpa diketahui sang anak. Anak itu tidak bisa melihat ayahnya karena malam yang teramat gelap. Ia meresahkan keadaan dirinya dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ketika cahaya bulan menyinari dan ia melihat ayahnya dekat kepadanya, keresahannya sirna. Ia tahu ayahnya begitu dekat dengannya. Kini ia merasa tidak perlu ikut mengurus dirinya karena segala sesuatu telah diperhatikan oleh ayahnya“.

Firman Allah ta’ala yang artinya

“Siapa yang bersandar kepada Allah, berarti ia telah diberi petunjuk ke jalan yang lurus” (QS Al Imran : 101 )

”Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya” (QS Al Thalaq : 3)

“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur [24]:35)

“Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS An Nuur [24]:40)

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS Az Zumar [39]:22)

Imam Nawawi ~rahimahullah berkata : “Pokok-pokok metode ajaran tasawuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapan maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian-Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshid fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawuf halaman : 20, Imam Nawawi)

Salah satu pelopor tasawuf dari kalangan Tabi’in , Al Hasan al-Basri ra (Madinah,21H/642M – Basrah,110 H/728M) , berkata: ”Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepadanya akan dicampakkan kedalam neraka”

Maka Untuk menciptakan Kesempurnaan itu kita harus berMadzhab dalam beribadah, Jikalau kita memaksakan diri untuk mengulang lagi menggali langsung dari hadist memengnya seberapa keilmuan kita, Apa kita sudah merasa lebih pintar dari imam madzhab yang empat? Coba renungkan dan taruk KESOMBONGAN dulu,

Bila kita tetap ngotot berpendapat IMAM madzhab yang empat juga manusia apakah Ma’sum? Kita manusia, Imam Madzhab juga manusia memang apa beda nya?

Baiklah mari kita berpikir dengan jernih dan perlahan-lahan... Secara fisik kita sama dengan beliau Artinya sama-sama manusia, Namun secara riyadloh kita jauuuuuuh.... dan bahkan tidak ada seujung kukupun kita mau menyamainya Didalam kualitas keilmuannya maupun dalam Kualitas ibadahnya, Lebih lebih derajatnya dalam pandangan Alloh SWT.

Jikan anda masih menanyakannya, LOH KOK BISA? Atau ach SOK TAU.... baiklah nanti akan saya bahas dalam Artikel selanjutnya.
Seringkali saya di pertanyakan Kenapa kita harus bermadzhab? Dan siapa yang mengharuskannya? Apakah itu sarat untuk bersyari’at? .

Mari kita lihat Alasan-alasannya,
Allah ta’ala berfirman yang artinya “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar“. (QS at Taubah [9]:100)

Dari firmanNya tersebut dapat kita ketahui bahwa orang-orang yang diridhoi oleh Allah Azza wa Jalla adalah orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh.

Sedangkan orang-orang yang mengikuti Salafush Sholeh yang paling awal dan utama adalah Imam Mazhab yang empat karena Imam Mazhab yang empat bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh sehingga Imam Mazhab yang empat mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh dari lisannya langsung dan Imam Mazhab yang empat melihat langsung cara beribadah atau manhaj Salafush Sholeh.

Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” yakni membawanya dari Salafush Sholeh yang meriwayatkan dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Jadi kalau kita ingin ittiba li Rasulullah (mengikuti Rasulullah) atau mengikuti Salafush Sholeh maka kita menemui dan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits”

Para ulama yang sholeh dari kalangan “orang-orang yang membawa hadits” adalah para ulama yang sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat

Para ulama yang sholeh yang mengikuti dari Imam Mazhab yang empat adalah para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu (sanad guru) dengan Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat.

Bahkan kalau melalui para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni

1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka terdahulu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat

Sehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya.
Maka dari itu Bersatulah untuk bermadzhab, Jangan bersyari’at dengan akal fikiran nya sendiri, KeEgoan dan kedangkalan kita taruklah Mari bersatu untuk mencari atau endapat ridho sang Kholiq.

Demikian dulu yang saya ampaikan, Wallohu A’lam